Keremangan pagi masih menyelimuti pandangan kami. Aku dan dua jagoan kakak beradik Faro dan Amzar bergegas menuju rumah selepas Subuhan di Masjid. Tangan kiri kanan seperti biasa diraih mereka untuk digenggam selama perjalanan.
Baru beberapa meter perjalanan, sayup terdengar suara dari pengeras suara mengabarkan berita duka. Innalillahi Wainna Ilaihi Roojiuun, telah berpulang ke Rahmatullah seorang warga pagi ini. Persis satu hari menjelang bulan suci Ramadhan.
Sejenak pengumuman itu membawaku pada lamunan di antara langkah kaki menuju ke rumah.
“Kenapa bi?” tanya Faro.
“Gak apa-apa. Abi hanya teringat doa pada saat kita masuk ke bulan Rajab dulu,” jawabku sambil menunduk.
“Doa yang mana, bi?” tanya Amzar.
“Allahumma baariklana fii rojaba wasya’ban, waballighna romadhon. Artinya, Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Syaban, dan sampaikanlah kami ke bulan suci Ramadhan,” terangku sambil tersenyum.
Kenyataannya, banyak yang ingin melaksanakan ibadah di bulan suci Ramadhan, namun Allah berkehendak lain dengan memanggilnya terlebih dahulu. Namun, ironisnya, banyak yang tiba di bulan suci Ramadhan namun tidak memanfaatkan kemuliaannya. Ramadhan hanya lewat saja sebagai ritual tahunan biasa. Seringnya hanya meggugurkan kewajiban menahan lapar dan dahaga semata.
“Alhamdulillah, nanti malam kita sudah mulai Tarawih. Selepas magrib nanti, kita sudah memasuki bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh dengan keutamaan,” ucapku sambil terus melangkahkan kaki.
“Memangnya keutamaan Ramadhan apa saja sih, bi?” tanya Faro.
“Kemuliaan bulan Ramadhan yang tak didapati di bulan lainnya adalah akan dilipatgandakan amal ibadah dan pahala oleh Allah SWT. Setiap ibadah yang hukumnya sunnah sekalipun akan diberikan balasan pahala yang berlipat, seperti melakukan ibadah wajib,” jawabku sambil menepuk bahu Faro.
Tidak terasa, kami pun telah tiba di depan rumah. Empat ekor kucing telah menanti di halaman. Mereka adalah Kukutam, Blekete, Kubu dan Nutnut.