“Hei, mainnya yang bener, dong. Diving mulu,” ungkap saya terengah-engah sambil menahan emosi. Sementara pemain lawan berlalu begitu saja ke daerah pertahanannya.
Situasi di area pertahanan saat diserang lawan memang menguras tenaga dan emosi. Apalagi ketika pemain lawan berusaha mengambil keuntungan dengan mengelabui wasit lewat aksi diving.
Situasi seperti itu masih segar dalam ingatan. Dan saya ikut merasakan betapa emosinya seorang pemain belakang ketika wasit memberikan hukuman akibat ulah tidak sportif lawan dengan diving.
Menarik ingatan ke masa sekolah menengah atas dulu, turnamen sepakbola antar kelas di SMUNSA dimulai. Semua pertandingan digelar di lapangan Kopassus Cilegon. Saya memperkuat team kelas dua delapan dengan jersey ungu bertuliskan Stilleto.
Konon menurut kawan sekelas, Stilleto diambil dari kosa kata Italia, merujuk pada belati yang biasa dipakai oleh mafioso di negeri itu. Filosofinya, team ini tajam dalam menyerang dan kuat dalam bertahan.
Saya salah seorang penyuka berat sepakbola dalam keluarga. Mewarisi hobby almarhum bapak, berbagai posisi pernah dicoba. Mulai dari penjaga gawang hingga penyerang, bahkan menjadi wasit dan pelatih. Tentunya di level amatir hehe.
Posisi di team stilleto saat itu sebagai libero, sama seperti posisi Robby Darwis, legenda Persib Bandung. Tugasnya, bertahan dan menjaga keseimbangan area pertahanan. Menjaga kedalaman bertahan dengan sesekali memerangkap lawan dengan jebakan offside.
Saya masih ingat beberapa kawan seperjuangan di lini belakang Stilleto. Biasanya bek kanan dipercayakan kepada Iwan. Dengan tenaga kuda, siap menghentikan laju lawan tanpa kompromi. Sementara bek kiri diisi Ardi, kecil-kecil cabe rawit yang larinya kencang bisa melebihi anjing. Sementara tembok penjaga gawang dipercayakan kepada Adi Prasetyo.
Menjaga lini pertahanan tidaklah mudah. Konsentrasi menjadi hal yang penting. Repotnya, kalau sudah kalah langkah, pelanggaran terpaksa harus dilakukan dan berbuah hukuman. Priiit.
Bermain sepakbola di lapangan besar terakhir kali pada saat kuliah. Setelah bekerja, lapangannya mengecil ke lapangan futsal. Hingga akhirnya sekarang sudah gantung sepatu dan lebih asyik menjadi penonton bola yang budiman.
Tak sengaja buka lemari, kaos ungu Stilleto bernomor punggung lima itu masih ada. Bahkan masih longgar. Itu tandanya, pada saat SMA dulu saya pakai kaos team kedodoran.