Pagi itu udara Yogyakarta masih menebar kesejukan. Dari penginapan kami bersiap menuju lereng Gunung Merapi. Rencana semula agak mepet, tapi beruntung seorang kawan lama yang baik hati membantu memesankan jeep lebih dulu
Dan benar saja, begitu sampai di titik penjemputan, sebuah jeep hijau berderu mendekat. Seorang bapak berkaos hitam turun sambil tersenyum lebar.
“Selamat pagi! Siap ngebut, siap basah?” katanya sambil tertawa.
Kami berlima pun naik, memakai helm berwarna hijau, lalu petualangan dimulai.
Jalanan awal masih bersahabat, tapi begitu memasuki kawasan bekas aliran lava, sensasinya berubah. Jeep berguncang di atas batu vulkanik, debu berterbangan, dan tawa anak-anak pecah setiap kali jeep menukik tajam. Di sela deru mesin, sang driver bercerita ringan — tentang letusan besar, tentang relawan, tentang keteguhan warga lereng Merapi.
1. Museum Sisa Hartaku – Menyapa Kenangan yang Membeku
Berhenti pertama kami adalah Museum Sisa Hartaku, rumah sederhana yang diubah menjadi museum kecil. Di dalamnya, barang-barang peninggalan erupsi masih tersimpan apa adanya — sepeda gosong, peralatan dapur yang meleleh, dan jam dinding yang berhenti di pukul 12.05.
Semua benda itu seakan bercerita tanpa suara. Kami terpaku, membayangkan detik-detik saat Merapi menghembuskan awan panasnya. Ada getir, tapi juga rasa kagum pada ketabahan mereka yang pernah kehilangan segalanya.
2. Batu Alien – Wajah Alam yang Aneh Tapi Indah
Perjalanan berlanjut ke Batu Alien, batu besar yang bentuknya menyerupai wajah manusia. Katanya, batu ini terbentuk dari material letusan yang terbawa lahar dingin. Dari sini pemandangan Merapi terlihat sangat gagah, apalagi ketika awan menyingkap puncaknya.
Anak-anak sibuk berfoto, sementara saya menatap langit yang biru muda, membayangkan betapa alam bisa begitu keras namun juga memikat.
3. Bunker Kaliadem – Hening yang Mengajarkan Arti Pengorbanan
Spot berikutnya adalah Bunker Kaliadem, sebuah ruang perlindungan bawah tanah yang dibangun untuk melawan awan panas. Namun sejarah mencatat, dua relawan meninggal di tempat ini saat letusan 2006.
Begitu masuk ke dalam bunker yang lembap dan dingin, suasana langsung berubah hening. Kami terdiam beberapa saat, mengirim doa untuk mereka yang gugur dalam tugas. Di luar, angin berhembus lembut membawa aroma tanah vulkanik — seolah alam sendiri ikut berzikir.
4. Kaliadem – Basah, Tertawa, dan Adrenalin yang Pecah
Perjalanan ditutup dengan jalur basah di Kaliadem, dan inilah bagian paling seru! Sopir kami berseru, “Pegangan ya, kita main air!” Lalu jeep meluncur cepat melewati jalur sungai dangkal. Air muncrat ke segala arah, menampar wajah dengan dingin menyegarkan.
Anak-anak menjerit gembira, istri tertawa sampai tak bisa berhenti. Saat jeep berhenti di tengah aliran air, kami semua sudah basah kuyup — tapi bahagia. Momen yang akan kami kenang lama, bukan karena mewahnya perjalanan, tapi karena tawa dan kebersamaan yang tulus.
Di tepi sungai kami duduk di batu besar, menatap Merapi yang berdiri tenang di kejauhan. Ada rasa syukur yang sulit dijelaskan — bahwa di balik kerasnya alam, selalu ada ruang bagi manusia untuk tertawa dan belajar tentang makna hidup.
Tips Seru untuk Lava Tour Merapi
Bagi Sobat Seruput yang berencana menjelajah Merapi, berikut beberapa tips agar perjalanan makin menyenangkan:
1. Datang pagi hari. Selain udara lebih sejuk, cahaya matahari pagi membuat pemandangan lebih dramatis.
2. Bawa masker dan kacamata. Debu vulkanik cukup pekat, apalagi di musim kemarau.
3. Gunakan pakaian yang nyaman dan siap kotor. Lebih baik memakai sepatu tertutup agar kaki aman dari batu tajam dan cipratan air.
4. Simpan barang elektronik dalam wadah kedap air. Di jalur Kaliadem, kemungkinan basah cukup tinggi.
5. Pilih driver yang komunikatif. Driver yang humoris seperti kami dapat mengubah perjalanan dari sekadar tur menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
6. Jangan lupa berdoa dan menjaga sikap. Merapi adalah tempat yang sakral bagi banyak warga setempat. Nikmati alamnya dengan rasa hormat.
Di perjalanan pulang menuju Yogyakarta, debu masih menempel di baju, tapi hati rasanya bersih. Kadang, untuk menemukan kebahagiaan, kita hanya perlu satu jeep, sedikit debu, tawa keluarga, dan gunung yang berdiri dengan diamnya, mengingatkan bahwa hidup memang seindah perjalanan di lereng Merapi.