Ramadhan selalu datang dengan sejuta keberkahan. Namun, cara setiap insan menyikapinya berbeda-beda. Ada yang merasa berat dengan kehadirannya, seolah Ramadhan adalah beban yang membatasi kebebasan. Ada yang menyambutnya biasa saja, sekadar rutinitas tahunan tanpa makna mendalam. Dan ada yang menyongsongnya dengan penuh kebahagiaan, rindu bertemu kembali dengan bulan suci yang penuh rahmat.
Maka, cara mereka mengakhiri Ramadhan pun akan berbeda. Golongan pertama akan merasa lega, terbebas dari sesuatu yang dianggap memberatkan. Golongan kedua akan berlalu begitu saja, tanpa ada kesan mendalam. Sedangkan golongan ketiga, mereka yang mencintai Ramadhan, akan merasakan kesedihan. Seperti seorang sahabat yang harus berpisah, mereka ingin menahan waktu agar Ramadhan tetap tinggal lebih lama.
Padahal, Ramadhan bukan sekadar bulan yang datang dan pergi. Ia adalah madrasah ruhani yang menanamkan nilai-nilai ketakwaan, mengajarkan kesabaran, serta membentuk kebiasaan-kebiasaan baik yang seharusnya terus melekat dalam keseharian kita. Sebulan penuh Allah melimpahkan banyak keistimewaan:
✔ Bulan Diturunkannya Al-Qur’an – Petunjuk bagi manusia dan pembeda antara yang benar dan salah (QS. Al-Baqarah: 185).
✔ Bulan Penuh Ampunan – Kesempatan emas untuk menghapus dosa-dosa masa lalu.
✔ Malam Lailatul Qadar – Malam yang lebih baik dari seribu bulan, penuh kemuliaan dan keberkahan (QS. Al-Qadr: 3).
✔ Pintu Surga Dibuka, Pintu Neraka Ditutup – Setan dibelenggu agar manusia lebih mudah dalam beribadah.
✔ Puasa sebagai Benteng Diri – Melatih pengendalian hawa nafsu dan meningkatkan ketakwaan.
✔ Pahala Amal Dilipatgandakan – Setiap ibadah bernilai lebih besar dibanding bulan lainnya.
✔ Momentum Perbaikan Diri – Kesempatan terbaik untuk hijrah menuju kehidupan yang lebih baik.
✔ Kewajiban Zakat Fitrah – Menyucikan jiwa dan menyempurnakan ibadah puasa.
✔ Bulan Kebersamaan & Kepedulian Sosial – Momen untuk memperkuat ukhuwah dan berbagi dengan sesama.
✔ Doa Mustajab – Ramadhan adalah waktu terbaik untuk memohon kepada Allah.
Lantas, setelah sebulan penuh ditempa oleh Ramadhan, akankah semua kebiasaan baik ini hilang begitu saja ketika Syawal tiba? Apakah kita hanya menjadi hamba Ramadhan, bukan hamba Allah yang sejati? Tidak seharusnya ibadah kita berhenti hanya karena Ramadhan berakhir.
Setidaknya, ini oleh-oleh Ramadhan yang seharusnya kita bawa sepanjang sebelas bulan ke depan:
✅ Puasa tetap dianjurkan (puasa sunnah Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, dan lainnya).
✅ Shalat berjamaah tetap dijaga, bukan hanya saat Tarawih.
✅ Tilawah Al-Qur’an tetap dirutinkan, bukan hanya di bulan suci.
✅ Sedekah tetap diperintahkan, meski bukan lagi Ramadhan.
✅ Qiyamul Lail tetap dikerjakan, meski bukan dalam 10 malam terakhir.
✅ Dzikir tetap dibiasakan, bukan hanya usai shalat Tarawih.
✅ Menutup aurat tetap menjadi kewajiban, bukan hanya saat di masjid.
✅ Menjaga lisan tetap diterapkan, bukan hanya saat berpuasa.
✅ Ganjaran amal shalih tetap terus berjalan.
Karena sejatinya, finish beribadah bukan di 1 Syawal. Bukan pula ketika takbir kemenangan menggema. Bukan saat Ramadhan berakhir. Karena kita diperintahkan untuk beribadah sampai akhir hayat, bukan hanya sampai Idul Fitri.
Sebagaimana firman Allah:
“Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu kematian.” (QS. Al-Hijr: 99)
Maka, tetaplah beribadah hingga ajal menjemput, bukan hanya ketika Ramadhan datang.
Jadilah Rabbaniyun, bukan sekadar Ramadhaniyun. Semangat beribadah jangan hanya membara di bulan Ramadhan, tapi tetap menyala sepanjang tahun. Sebab, Ramadhan boleh berlalu, namun ruh Ramadhan harus tetap hidup di dalam hati kita. Semoga kita menjadi insan yang lebih baik setelah Ramadhan, dan terus membawa cahaya kebaikan hingga bertemu Ramadhan berikutnya.