Beberapa hari lalu ramai di media, ada warga meminta petugas pemadam kebakaran (Damkar) menyemprot pohon karena dipercaya ada hantunya. Sebelumnya, seorang pria sempat mengolok-olok petugas Damkar, katanya lebih baik main boneka daripada sibuk-sibuk memadamkan api yang dianggap lambat ditangani. Ironisnya, setelah diajak praktik memadamkan api, ternyata susahnya minta ampun. Dari mengulur selang sampai mengatur tekanan air, semua butuh koordinasi, tenaga, dan nyali.

Dari cerita-cerita itu, kita jadi ingat: Damkar bukan hanya pemadam kebakaran. Mereka multi talenta, mulai dari mengevakuasi hewan liar, menyelamatkan korban kecelakaan, membuka cincin yang nyangkut di jari, bahkan membantu masyarakat di situasi yang di luar dugaan.

Tak heran, instansi ini makin dicintai publik karena selalu hadir sebagai solusi, meski permintaannya kadang nyeleneh. Pernah dengar Damkar bantu turunkan layangan di kabel listrik, mengevakuasi ular di rumah warga, sampai menyelamatkan kucing yang nyangkut di atap? Semua mereka lakukan dengan satu semangat: melindungi masyarakat dengan segala cara yang mereka bisa.

Nah, dari sini kita bisa belajar soal brand image. Damkar membangun citra bukan lewat iklan mahal, tapi lewat konsistensi hadir di tengah masyarakat, apa pun tantangannya. Mereka dicintai bukan karena janji, tapi karena aksi. Bagaimana dengan kita? Baik sebagai pribadi maupun lembaga, apakah kita sudah jadi “pemadam” bagi masalah di sekitar kita, meski kecil, meski bukan bidang utama kita? Atau jangan-jangan kita hanya hadir ketika sorotan kamera menyala?

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Damkar?

1. Tanggap, meski bukan selalu diundang.
Kadang masalah datang bukan pada jam kerja. Damkar hadir kapan saja. Kita pun bisa belajar sigap: jadilah orang yang mau turun tangan, bukan sekadar berkomentar.

2. Serius di tengah permintaan nyeleneh.
Meski diminta hal aneh—semprot pohon usir hantu misalnya—mereka tetap melayani. Artinya, tidak semua permintaan perlu kita nilai logisnya, yang penting kita paham kebutuhan di baliknya: rasa aman, tenang, atau didengar.

3. Jangan gengsi belajar dari bawah.
Pemadam kebakaran rutin latihan. Kita juga perlu terus berlatih, bahkan untuk hal yang kita anggap sudah bisa. Sebab saat situasi mendesak datang, refleks yang terlatih lebih berharga dari seribu teori.

4. Bangun citra lewat karya, bukan bicara.
Damkar tak banyak berjanji di media sosial, tapi kehadirannya di lapangan jadi testimoni yang membekas di hati masyarakat.

Tips Agar Kita Juga Seperti Damkar
Berani ambil inisiatif: jangan tunggu diminta untuk membantu.
Tetap tenang di situasi panas: emosi takkan padamkan api, strategi iya.
Buka diri untuk tugas di luar job desk: kadang di sanalah citra kita tumbuh.
Belajar berjejaring: Damkar bekerja sama dengan banyak pihak—polisi, PLN, rumah sakit—begitu juga kita butuh jaringan agar solusi lebih cepat datang.

Pada akhirnya, kita semua bisa belajar jadi “Damkar” dalam versi kita masing-masing: sigap ketika dibutuhkan, rela berkorban, dan selalu ada meski kadang dianggap sepele. Karena yang membuat kita diingat bukanlah status atau jabatan, tapi jejak bantuan yang kita tinggalkan.