Rasanya kita semua pernah merasakan nikmatnya menunda. Ada kerjaan seabrek, ntaran dulu lah. Sempatkan lihat-lihat medsos hingga lupa sudah berjam-jam terlewati. Atau sudah ada panggilan adzan tanda waktu sholat, ntar-ntar dulu lah tanggung lagi baca berita di handphone. Dan, silahkan lanjutkan pengalaman menunda lainnya.
Sejatinya menunda-nunda dengan alasan yang tidak shoheh adalah perbuatan sesat (waduh, galak amat). Maksudnya, menunda mengerjakan hal yang penting dan berbatas waktu hanya untuk berleha-leha karena malas akan merugikan. Konon, salah satu hasil penelitian fenomenal abad ini adalah fenomena pekerjaan tidak selesai itu disebabkan karena tidak dikerjakan (Ya iyalahh…).
Pepatah mengatakan, apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai di kemudian hari. Begitu pula, ketika kita menanam kemalasan, kelak akan menuai kesuraman. Kita mungkin bisa menunda, tapi waktu tidak akan pernah mau menunggu.
Bahkan, Imam Al Ghazali memberikan nasehat tentang waktu ini dengan cara bertanya kepada para muridnya, “Apakah yang paling jauh dari diri kita?” Murid-muridnya menjawab: “Negeri Cina, Bulan, Matahari, dan Bintang.” Rupanya bukan itu jawabannya. Sang Imam berkata: “Yang paling jauh adalah waktu yang telah berlalu.” Waktu tak pernah berhenti hingga akhir masa (kiamat). Jika berlalu, tak pernah kembali. Semenit yang berlalu, lebih jauh dari seribu tahun yang akan datang. Nah, dalam Alquran sedikitnya ada 224 kali dijelaskan tentang waktu, termasuk Allah bersumpah atasnya.
Jadi bagaimana? Pilihannya hanya: Kerjakan sekarang, karena kadang “nanti” berubah menjadi “tidak akan pernah.” Jangan buat hari-harimu kelabu karena kemalasanmu. Ingat, menunda itu nikmatnya sesaat dan selanjutnya akan membuat hidupmu tersesat.