Hari libur Ahad pagi itu diisi dengan kegiatan bersih-bersih halaman rumah termasuk memangkas pohon rambutan yang terlalu rimbun. Karena tukang langganan berhalangan, akhirnya Saya turun tangan. “Sekalian olahraga dan mengasah keberanian,” pikir Saya waktu itu.

Berbekal sebilah golok, akhirnya Saya naik ke pohon rambutan yang lumayan cukup tinggi. Tak perlu menunggu lama, tantangan pertama pun datang. Sarang lebah telah menanti di hadapan. Sesekali beberapa lebah berpatroli mengamankan wilayahnya. Nyali Saya sempat ciut juga karena memiliki pengalaman disengat lebah rambutan.

Setelah terdiam sejenak, akhirnya turun untuk sekedar meneguk air digelas sambil mengumpulkan keberanian. Kalau tidak diteruskan mungkin apa kata dunia. Hingga beberapa saat kemudian naik kembali dengan keberanian berlipat ganda. Sebatang ranting dipotong, daunnya dibiarkan. Tangan kanan menebang dahan, tangan kiri bersiaga dengan ranting. Dan benar saja, patroli lebah itu menghampiri. Tanpa ba bi bu lagi ranting diayunkan dan memorakporandakan serangan lebah rambutan hingga mereka kocar kacir. Tantangan-tantangan lainnya tak kalah seru, namun dengan modal keyakinan akhirnya misi memangkas pohon rambutan selesai dengan paripurna.

Berkaca dari kisah di atas, seringkali dalam hidup kita dihadapkan dengan tantangan yang seolah-olah berat. Kita dihadapkan pada pilihan tetap maju atau lebih baik mundur teratur. Kekuatan pikiran kita ternyata di sini sangat menentukan. Modal keyakinan menjadi faktor koentji. Ketika pikiran kita mengatakan bahwa Saya bisa mengatasinya, alam bawah sadar akan menggerakan keberanian. Keyakinan bahwa kita bisa akan membuka ruang ide-ide untuk memecah kebuntuan.

Di salah satu bagian buku “The Magic of Thinking Big” karya David D Schwarz, diceritakan dalam sebuah pelatihan, peserta ditanya pendapatnya apakah mungkin kalau penjara dihilangkan. Jawaban dengan tone negatif pun keluar, mulai dari akan maraknya kejahatan dan lain-lain. Kemudian fasilitator pelatihan mengubah pertanyaannya, “Bagaimana kita bisa menghilangkan penjara? ” Peserta pelatihan pun mulai berpikir positif dan kreatif untuk mencari alternatif solusinya.

Begitulah, kita sering termakan oleh masalah yang seolah-olah berat sehingga membuat kita menjadi buntu. Padahal, ketika pertanyaan atau pernyataannya dibalik ke tone positif, pikiran kita akan terbangun untuk mencari jalan kaluar.

Contoh kekinian, dengan kondisi pandemi saat ini usaha-usaha menjadi banyak terhambat. Stigma sulit dari masa pandemi menjadi dominan sehingga membuat kita stuck. Tapi tidak bagi sebagian lainnya, mereka berpikir “Bagaimana Saya berhasil mengarungi pandemi? Sehingga kreativitasnya menjadi muncul.

Pertanyaannya, “Apakah semudah itu?” Di sinilah letak posisi pikiran kita yang akan menentukan. Sekali lagi, kayakinan akan memberikan jalan. Kesungguhan akan membawa ke tujuan. Jatuh dan bangun adalah fitrah perjuangan. Ketika kita nyaris ingin menyerah, cobalah berhenti sejenak untuk sekedar meyakinkan diri bahwa kita berharga dan akan mampu melewati tantangan. Biarlah senyum kecut kita menjadi kenangan indah tatkala kita telah melewati kesulitannya.