Suatu siang dengan langit cerah berbalut awan tipis. Melaju mobil mewah yang dinaiki seorang eksekutif dengan pemandangan kiri kanan pesawahan. Ia lihat petani dan istrinya sedang duduk di saung yang berada di tengah sawah sambil makan siang. Dalam benak eksekutif itu bergumam, “Sungguh bahagianya mereka, damai dalam kebersamaan.” Sementara dari tengah sawah, petani pun berpikir, “Enaknya naik mobil mewah, uangnya pasti banyak dan mudah membeli apapun.”
Cerita di atas bisa menjadi gambaran hidup kita. Di wall media sosial kita dengan mudah mendapatkan teman yang sering jalan-jalan, keluarga yang berkumpul dan hal-hal yang terlihat bahagia. Itulah yang dinamakan sawang sinawang.
Sawang sinawang adalah sebuah ungkapan bahasa Jawa tentang perilaku membanding-bandingkan kehidupan pribadi dengan orang lain. Pepatah ini mengandung ajaran untuk tidak membanding-bandingkan kehidupan seseorang dengan orang lain, karena apa yang dipandang belum tentu seindah yang tampak.
Terutama di media sosial, setiap orang dapat memilih topeng yang berbeda dalam menghadapi suatu lingkungan pergaulan. Ada yang memakai topeng berbahagia, tertawa, tersiksa, dan macam-macam lainnya. ‘Urip iku mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang.’. Artinya, hidup itu hanya tentang melihat dan dilihat, jadi jangan hanya melihat apa yang terlihat. Jadi, jangan mudah menyimpulkan dari apa yang terlihat.
Lebih baik sekarang mulai bersyukur dengan apa yang ada pada kita. Jangan menunggu bahagia untuk bersyukur, bersyukurlah maka akan bahagia. Stop comparing!