Malam itu Aldi berkeliling kota. Rasa penat dan suntuknya membuat ia memutuskan untuk singgah di kedai kopi. Matanya terus mencari-cari tempat untuk singgah. Lima belas menit kemudian, sudut matanya menangkap sebuah plang bertuliskan Kedai Kopi Seruput Kopi Panas.
“Nah, cocok, malam-malam seperti ini menyeruput kopi panas,” gumamnya di dalam hati.
Kendaraannya diparkir, lalu Aldi bergegas menuju kedai kopi. Tempatnya tidak terlalu besar. Nuansa warna coklat mendominasi bangunan itu. Tangannya membuka pintu, penciumannya segera saja menangkap aroma khas kopi.
Didalamnya cukup ramai, namun tidak penuh juga. Pandangan mata Aldi menyapu seluruh ruangan. Yup, Aldi menemukan spot untuk duduk yang berada di pojok. Sebuah meja kayu yang tidak terlalu lebar mepet ke dinding. Dua kursi kayu bernuansa coklat tersedia di sana. Tak lama berselang, seorang pramusaji datang menghampiri.
“Mencari topi di atas tumpukan jerami. Pergi ke pantai pakai baju serasi. Selamat datang di kedai kopi kami. Santai sejenak mencari inspirasi,” sapa pelayan itu dengan pantun seraya menyodorkan menu yang dapat dipesan.
Aldi hanya bisa mesem-mesem. “Mas, ini saya pesannya harus pakai pantun kah?” tanyanya sambil terkekeh.
“Makan pepes enaknya beruntun. Galau hati selalu ingin dimanja. Pesan menu bisa pakai pantun. Tapi kalau segan boleh ditulis saja,” jawab pelayan.
“Ya, udah saya tulis saja,” ujar Aldi sambil menuliskan beberapa menu.
“Saya ulang ya pesanannya,” kata pelayan sambil menyebutkan daftar pesanan Aldi.
“O, ya. Ke Bekasi membeli minyak, terima kasih banyak,” ujar Aldi tidak mau kalah.
“Beli benang ke Haiti, Dengan senang hati,” jawab pelayan sambil memberi tanda pamit.
Aldi hanya geleng-geleng kepala. “Jauh banget beli benang sampai beda benua,” celetuknya.
Tak berselang lama, pesanannya pun tiba. Sambil menyeruput kopi yang masih mengepulkan asap, pikiran Aldi menerawang problematika yang sedang dialaminya. Tantangan yang membuatnya terasa terhimpit. Bukannya semangat, Aldi malah merasa terpuruk dan mager.
—
Beberapa hari lalu, atasan Aldi memanggilnya secara khusus ke ruangannya. Cukup lama mereka berdiskusi di dalam.
“Al, Saya harus memberitahumu bahwa manajemen memberikan kesempatan untuk mengikuti job opening jabatan kosong. Namun syaratnya gelar sarjanamu harus rampung dulu,” terang Pak Tiko, atasannya.
“Iya, Pak. Saya sedang berusaha menyelesaikan skripsi. Masih ada beberapa kendala,” jawab Aldi.
“Pilihannya, hanya cepat selesaikan gelar sarjanamu, atau menunggu kesempatan berikutnya lagi. Tapi itu pun belum tentu akan ada dalam satu dua tahun ini,” tegas Pak Tiko.
“Baik, Pak. Akan saya optimalkan,” jawab Aldi yang kemudian lunglai meninggalkan ruangan.
Beberapa teman seangkatan Aldi telah promosi. Mereka lebih cepat, karena salah satu pertimbangannya mereka lulusan strata satu alias sarjana. Sementara Aldi hanya lulusan diploma tiga (D3).
Sebenarnya Aldi tidak tinggal diam dalam mengembangkan potensinya. Ia juga melanjutkan kuliah kembali untuk mengambil gelar sarjananya dengan mengikuti Program Perkuliahan Sabtu – Minggu di salah satu universitas swasta di ibukota.
—
Selain di kantor, Aldi juga mendapat pertanyaan dari calon mertuanya tentang gelar sarjananya. Hampir setiap berkomunikasi selalu bertanya kabar kuliahnya.
“Nak Aldi, bagaimana kuliahnya? Sudah mau rampung toh? Biar nanti gelar sarjananya dicantumkan di buku nikah,” ujar Ibu calon mertuanya suatu ketika.
“Iya, bu. Ini sedang diselesaikan segera, semoga lancar. Mohon doanya ya, bu,” jawab Aldi dengan muka sedikit meringis.
“Andien kawal kok, bu. Biar Mas Aldi cepat selesai skripsinya,” tambah Andien, calon istri Aldi menambahkan.
—
Sisa kopi di cangkir mulai mengering. Namun rasa penat pikiran masih belum juga sirna. Aldi mengangkat tangan, tanda memanggil pelayan. Seorang pelayanpun datang menghampiri.
“Paling enak ayam betutu, Apakah ada yang bisa dibantu?” tanya pelayan seraya berpantun lagi.
“Batu nisan di bawah pohon kopi, pesan lagi kopi,” jawab Aldi berpantun sekenanya.
Sudut mata Aldi tidak sengaja menangkap sebuah rak buku tak jauh dari tempat duduknya. Ia pun lantas memilih-milih buku. Akhirnya sebuah buku berada dalam genggamannya.
“Hmm, 365 Pantun Seruput Kopi Panas. Motivasi & Inspirasi Sepanjang Hari,” gumam Aldi membaca judul buku tersebut.
Tak ada salahnya ngopi sambil membaca buku, pikir Aldi. Lembar demi lembar ia baca. Buku yang berisi kumpulan pantun harian yang disertai kutipan penyemangat itu seolah memberinya semangat baru.
Pelan namun pasti hati Aldi mulai tergugah. Pelaut ulung tidak dilahirkan di laut tenang. Begitu pun Aldi, akan menjadi sosok yang luar biasa ketika dapat melewati rintangan gelar sarjananya.
“Ya, syaratnya aku harus mengalahkan diriku sendiri,” gumam Aldi dalam hati.
Tidak terasa, waktu terus merambat. Jarum jam sudah hampir menunjuk angka 10 malam. Pelayan sudah berkemas untuk tutup. Aldi beranjak untuk membayar pesanannya.
“Makasih ya, Mas,” kata pelayan seraya menyerahkan struk pembayaran Aldi.
“Saya yang harus mengucapkan terima kasih. Tempat ini penuh inspirasi bagi saya,” jawab Aldi sambil mengangkat kedua jempol tangannya.
—
Perlu waktu sebulan bagi Aldi merampungkan skripsinya. Dosen pembimbing nampak puas dengan perkembangan Aldi dan yakin akan lulus dalam sidang. Sementara itu, persiapan pernikahan Aldi dan Andien pun sudah semakin matang.
Hingga pada hari yang membahagiakan bagi Aldi, ia lulus sidang skripsi dan menyandang gelar sarjananya.
“Alhamdulillah, segala puji untuk Yang Maha Kuasa. Kerja keras selama ini berbuah manis. Udah gitu dapat mempersunting bidadari cantik lagi,” ucap Aldi sambil matanya mengerling ke arah Andien.
“O, ya. Apa sih yang menggugah Mas Aldi sampai begitu cepat selesai skripsinya, padahal sebelumnya aku sampai kesal menyemangati,” tanya Andien.
“Waktu itu aku baca buku, bagus banget bukunya. Dan salah satu yang aku suka, ini,” kata Aldi sambil memperlihatkan hasil foto salah satu halaman buku yang pernah dibacanya.
Teruslah Berjuang
Nyenyak terlelap dalam buaian
Mimpi indah bertabur uang
Hidup memang tempatnya ujian
Jangan menyerah terus berjuang
Sabar itu ilmu tingkat tinggi. Belajarnya setiap hari, latihannya setiap saat, ujiannya dadakan. Sejatinya, harga sebenarnya dari segala sesuatu adalah terletak pada jerih payah dan kesulitan untuk memperolehnya. Bagi kita yang merasa hidup ini terasa susah, ingat bahkan kura-kura bisa menyelesaikan balapan selama dia tidak pernah menyerah.
—
Pagi itu, bunyi dering telepon genggam Aldi berbunyi nyaring. Rupanya Pak Tiko, atasannya di kantor meneleponnya.
“Selamat pagi, Pak,” sapa Aldi.
“Aldi, selamat ya. Penyetaraan sarjanamu diterima di bagian Human Capital. Siapkan diri karena akan segera diikutsertakan dalam job opening posisi manager,” ujar Pak Tiko di ujung telepon.
“Baik, Pak. Terima kasih atas dukungannya selama ini,” jawab Aldi.
“Aman saja. Saya yakin kamu dapat melewati ujian ini dan mendapatkan posisi itu. Good luck,” pungkas Pak Tiko.
“Aamiin, sekali lagi saya ucapkan terima kasih, pak,” jawab Aldi.
Tak sengaja Aldi membuka galeri di telepon genggamnya. Nampak hasil jepretan halaman buku yang pernah dibacanya di kedai kopi. Ia baca lagi perlahan sambil tersenyum penuh rasa syukur.
Tetaplah Kreatif
Beli martabak dibungkus kertas
Sedikit basah dibawa naik taksi
Hati-hati terjebak dengan rutinitas
Pergilah keluar asah terus imajinasi
Para pesohor telah melahirkan salah satu rumus kehidupan, “Hasil luar biasa seringkali diraih dengan cara yang tidak biasa.” Sejatinya, banyak orang yang sebenarnya kreatif, namun karena terjebak rutinitas yang akhirnya tidak lagi mampu mengeluarkan ide-ide kreatif. Ingat, kreativitas adalah melihat apa yang dilihat orang lain, dan melakukan apa yang tidak dilakukan orang lain. Cobalah keluar dari rutinitas dan melihat dari sudut pandang yang berbeda.