Saya menghindari sekali kata kebetulan. Karena sejatinya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Bahkan, daun jatuh ke bumi pun bukanlah suatu kebetulan. . Ia ada yang menggerakkan. Begitu pula, pekan kemaren dalam dua hari berturutan saya dipertemukan dengan dua orang yang insyaAllah sholeh dan menginspirasi. Dua-duanya berkisah tentang kehidupan berkeluarga.
Orang pertama seorang kyai lulusan manonjaya. Konsep tauhidnya begitu kental, dan dekat dengan konsep tasawuf walaupun bukanlah seorang sufi. Ia pun hadir untuk mencoba merapikan jalinan rumah tangga yang retak. Alhamdulillah, ala kulli hal, nasehatnya didengar dan menjadi wasilah bersatu kembalinya sebuah ikatan rumah tangga.
Orang kedua, seorang pejabat yang nyantri. Kental dengan konsep tarbiyah, malah dalam hidupnya lama berinteraksi dengan ‘Sang Murobbi’ almarhum Ustadz Rahmat Abdullah. Ini pertemuan awal yang mengesankan. Ia memandang semuanya tidak ada yang kebetulan. Berserah diri dengan keyakinan kuat akan pertolongan Allah menjadi landasannya. Bicara dari hati kehati tentang keluarga dalam duduk melingkar. Intinya, menjadi diri sendiri dan tidak pernah khawatir dengan urusan dunia (rezeki) yang sudah dijamin oleh Allah SWT. Yang harus dikhawatirkan adalah dengan hal yang tidak dijamin Allah SWT, apakah kita akan masuk surga atau neraka. Apakah kita akan berujung husnul khotimah atau su’ul khotimah? Tidak ada yang bisa menjamin.
Oleh karenanya, cara memandang hidup dengan permasalahannya harus dengan hati yang lapang. Dengan jelas Allah SWT menggambarkan, bersama kesulitan terdapat kemudahan. Memperjuangkan hal yang belum pasti ada jaminan jauh lebih prioritas ketimbang hal yang sudah dijamin Allah SWT.
Point cerita di atas adalah, saya teringat lagu TOMBO ATI. Obat hati itu ada lima perkaranya, yang pertama, baca Qur’an dan maknanya. Yang kedua, sholat malam dirikanlah. Yang ketiga, berkumpullah dengan orang sholeh. Yang keempat, perbanyaklah berpuasa. Yang kelima, dzikir malam perpanjanglah. Salah satunya siapa bisa menjalani, Moga-moga Gusti Allah mencukupi.
Point ketiga ini yang saya maksud, berkumpullah dengan orang-orang sholeh. Perkataannya akan menjadi hikmah dan mencerahkan.