Orang-orang yang lahir di tahun 70 – 80an seperti saya rasanya akan mengenal lagu Tenda Biru. Tenda Biru ini merupakan sebuah album ketiga karya penyanyi sekaligus aktris Indonesia, Desy Ratnasari. Menurut Wikipedia, Hj. Desy Ratnasari, M.Psi., M.Si. ini lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 Desember 1973 merupakan aktris film dan sinetron, model, bintang iklan, penyanyi, pembawa acara papan atas, dan politisi Indonesia.
Album yang dirilis pada 1996 ini melejitkan hits “Tenda Biru” yang merupakan hits terbesar Desy dan tetap memorable bahkan hingga saat ini. Saya yang waktu itu baru menginjak usia SMP, bahkan masih hafal bait pertama lagu itu.
Tak sengaja lewat depan rumahmu
‘Ku melihat ada tenda biru
Dihiasi indahnya janur kuning
Hati bertanya, “Pernikahan siapa?”
Tiba-tiba saja, lagu ini menjadi sering didengar kembali dalam beberapa hari ke belakang. Selidik punya selidik, ternyata kata ‘Tak Sengaja’ ini relevan dengan trending kekinian di pemberitaan dan jagad media sosial tanah air. Isinya hampir senada dengan tone akan sebuah paradoks pencarian yang lama dengan vonis tidak sepadan berbekal kata tak sengaja serta pembandingan dengan kasus-kasus sejenis dengan vonis yang jauh berbeda.
Paradoks adalah situasi pernyataan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Dalam tulisan atau novel, paradoks sering digunakan untuk menjelaskan kondisi atau menggambarkan sesuatu yang bersifat kontradiktif. Contohnya seseorang yang merasa senang ketika berjumpa dengan keluarganya, namun juga merasa sedih karena harus meninggalkan keluarganya dan pergi merantau.
Dalam konteks kekinian, istilah paradoks juga dapat digambarkan situasi kegembiraan setelah lama dicari akhirnya pelaku tertangkap, namun kegembiraan itu menjadi antiklimak ketika hukuman tidak memenuhi harapan keadilan dalam pandangan masyarakat.
Hal lain yang dapat menggambarkan tentang paradoks ini adalah ketika para pejabat membahas masalah pengentasan kemiskinan di hotel berbintang nan mewah. Ada yang salah? Tidak juga. Hanya kurang pas.
Kita dapat mencontoh ajaran agama, bagaimana berpuasa sebagai tarbiyah untuk menjadikan kita lebih peduli terhadap sesama karena kita juga merasakan rasa lapar dan haus walaupun hanya selama berpuasa, sementara orang miskin merasakan hal itu setiap hari.
Kita juga dapat berkaca kepada khalifah Umar bin Khatab, ia berkeliling langsung untuk memastikan rakyat yang dipimpinnya sudah terpenuhi kebutuhan hidupnya. Dikisahkan pada suatu malam ia menemukan seorang ibu merebus batu hanya untuk mengalihkan rengekan anaknya yang lapar. Dalam keadaan sedih dan kebersalahan, Khalifah Umar pun bergegas memanggul sendiri makanan untuk keluarga tersebut.
Bicara tentang paradoks memang sering membuat pening kepala. Sayup terdengar lagu Tenda Biru…
Tanpa undangan diriku kau lupakan
Tanpa putusan diriku kau tinggalkan
Tanpa bicara kau buat ‘ku kecewa
Tanpa berdosa kau buat ‘ku merana
‘Ku tak percaya dirimu tega
Nodai cinta, khianati cinta